Home About Tutobies Others

Minggu, 13 Mei 2018

Jaim untuk Dipuji




"Pencitraan lu!"

Entah sudah berapa kali gue dengar kalimat itu belakangan ini. Maklum, sih, zaman sekarang para remaja kayaknya berpegang teguh pada jargon "Be yourself." Jadi diri sendiri tanpa perlu menjaga image. Ngomong kasar, ya, biarin, perilaku serampangan bodo amat. 

"Gue emang gini orangnya, enggak pencitraan. Kalau lo enggak suka gue yaudah pergi sana," kata mereka.

Seakan-akan berperilaku tidak sopan itu wajar. Sekalinya ada orang yang sopan, anggun, terkesan jaim, pasti akan dianggap pencitraan.

Gue sebagai remaja penganut jaim tentu saja tidak setuju. Okelah kalau lo bilang gue pencitraan, it's okay.

Waktu itu gue lagi buka timeline LINE dan menemukan status ini. Sengaja gue sensor akunnya biar gue enggak kena amuk sama adminnya LOL.
As you can see, status tersebut disukai oleh 178 orang, seakan mereka mengamini kalau berbuat sesuka hati tanpa tahu peraturan itu lebih baik daripada mereka yang jaim.

Sebenarnya gue sudah nemu status itu sejak lama. Kira-kira detik-detik menjelang UN. Gue juga pingin nulis blogpost ini saat itu juga, tapi sayangnya waktu itu gue lagi fokus persiapan UN.

Memikirkan UN itu berat, membuat blogpost juga susah. Aku tak akan kuat. Biar Dilan saja #eh

Jujur gue pingin memprotes status itu di kolom komentarnya. Beberapa saat kemudian, gue berubah pikiran. Lebih baik gue protesnya di blog gue, soalnya kalau gue protes di kolom komentar status tersebut nanti image gue rusak.

Silakan bilang gue jaim.

Silakan bilang gue pencitraan.

Silakan bilang gue bermuka dua.

JUDGE ME I DON'T CARE.

Duh, maaf ngegas.

Gue setuju aja bahwa hidup ini bukan untuk dipuji orang lain, sesuai di status. Gue bahkan mengiakan untuk jadi diri sendiri yang pada dasarnya memang enggak anggun-anggun amat. Tapi, lihat-lihat tempat juga, dong!

Kadang ada beberapa kondisi di mana kita diharuskan jaim serta bersikap manis dan lemah lembut. Seperti berbincang dengan guru misalnya. 

Umumnya, seorang murid kalau bertemu guru bakal senyum manis, kasih salam, dan salim. Walaupun murid itu sebenarnya sering misuh. Enggak mungkin, kan, kalau bertemu guru langsung anjir-anjiran?

Contoh jaim lainnya adalah ketika perkumpulan keluarga besar. Pasti kita mau enggak mau pura-pura kalem dan melayani basa-basi dari orang yang lebih tua. Coba kalau lo bertindak serampangan, mungkin lo sudah dicoret dari kartu keluarga.

Intinya jaim dan pencitraan itu perlu.

Dari tadi ngomongin pencitraan. Pencitraan itu apa, sih?


Itu menurut KBBI V luring. Sedangkan menurut gue, pencitraan adalah suatu perbuatan agar citra (gambaran) diri kita baik di mata orang. Paham?

Gue sendiri sering melakukan pencitraan di media sosial. Instagram, Facebook, LINE you name it-lah. Mengapa? Karena akun media sosial gue pasti dilihat orang banyak. Makanya kalau gue enggak setuju atau enggak suka sama pendapat dari akun lain, gue memilih diam daripada berkomentar, apalagi menghujat. Gue enggak mau kalau orang-orang berpikir bahwa Nafisa, tuh, orangnya kasar, sukanya menghujat, dan gemar misuh. 

Beda cerita kalau di blog. Bagi gue, blog itu kayak rumah, jadi bebas mau ngapain aja, termasuk menyampaikan opini dan protes. Kalau lo suka, ya, silakan baca, kalau enggak, silakan close tab. Atau lo bisa menyampaikan argumen ketidaksetujuan lo di kolom komentar. Bahasanya harus sopan, ya!

Di dunia nyata, gue cuma jaim sama orang yang baru dikenal atau yang enggak terlalu akrab sama gue. Jadi, jangan kaget kalau mereka bilang, "Nafisa orangnya kalem, pendiam, alim, enggak pernah misuh." 

Kenyataannya, gue kadang misuh di dalam hati, di diari, di blog, dan misuh ke sahabat. Jangan salah paham, misuhan gue ke sahabat bukan ungkapan benci, tapi lebih ke menertawakan sesuatu.

Misalnya, "Anjir lucu banget."

Gue pencitraan biar orang-orang enggak ilfeel sama gue. Sok baik, ya, kesannya. Tapi menurut gue, itu salah satu cara buat menjaga perasaan orang lain. Biar orang-orang terdekat gue (read: keluarga dan sahabat) aja yang tahu di mana letak bobroknya gue.

Jaim dan pencitraan sebagian dari sopan santun. Again, itu pendapat gue. Asalkan lo enggak baik di depan, tapi nusuk dari belakang. Jangan, ya : )

Kembali ke status LINE tadi, 'dia lebih baik daripada cewe yang ngejaga imagenya demi dapat pujian'. Ini, kok, kesannya kayak ngatain bahwa setiap orang yang bersikap sopan itu ngarep banget dapat pujian. 

Mengutip dari kalimat gue, jaim itu sebagian dari sopan santun. Sekasar-kasarnya lo, pasti lo juga dituntut untuk jadi pribadi yang sopan. Bukan untuk dipuji, melainkan sebagai wujud penerapan norma di masyarakat.

I think cukup sudah opini gue mengenai jaim dan pencitraan. Kesimpulannya be yourself itu harus, tapi sesuaikan dengan situasi dan kondisi. Kadang kita perlu jaim dan pencitraan buat menjaga perasaan orang lain. Dan .... please, ya, berbuat sopan itu bukan karena ngarep pujian, melainkan salah satu kewajiban sebagai anggota masyarakat.

Ingatlah bahwa Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi sopan santun. Sebagai penerus bangsa, kita wajib menerapkan budaya sopan santun tersebut di mana saja dan dengan siapa saja, tinggal atur kadar kesopanannya. Itu alasan bijaknya. Alasan lainnya, sih, biar enggak di-judge golongan tua muehehehe...

Salam dari Mas Mino kesajangankoeh.


Image source:
https://www.flickr.com/photos/20thaugust/8581370906 edited by me




3 komentar:

  1. Mantap! Daku setuju "berbuat sopan itu bukan karena ngarep pujian, melainkan salah satu kewajiban sebagai anggota masyarakat." Dan perlunya pencitraan untuk menjaga perasaan orang lain. :)

    BalasHapus
  2. Asiyap betul sekali. Di dunia nyata Aku juga dikenal pribadi pendiam seringnya dibilang kalem. Padahal aku biasa aja dan seru kalo sama org dekat tertentu. Bukan jaga image atau apapun sih kalo aku. Emg sudah karakternya. Dibilang sombong galak masa bodoan pun aku sering. Tp yaudalah mereka cm blm kenal.

    BalasHapus

Komentarmu akan dimoderasi. Boleh berkomentar asalkan komentarnya enggak bikin rusuh. Tidak boleh memakai bahasa kasar. Terbuka untuk kritik dan sarannya.